Minggu, 14 Agustus 2016

Cerbung: Lamaran Jingga

Lamaran Jingga (7)
Written by Indri Permana

Seminggu semenjak kepulangan Jingga dari Desa. Kini ia sudah tak memikirkan masalahnya yang dulu-dulu. Ia tampak terlihat lebih ceria dan tenang. Amara yang dulu marah-marah padanya juga sudah minta maaf. Dan sekarang mereka membuka lembaran baru pada hati masing-masing. Cinta yang sejak lama ditunggu memang kadang tak datang saat kita inginkan. Tapi Tuhan akan memberikan cinta itu di saat yang tepat dan waktu yang indah. Seperti Jingga dalam artian warna. Ia tak merah seluruhnya, ia juga tak kuning semua. Dan cinta juga begitu, ia tak bahagia selamanya namun tak melulu menyedihkan.
Berkali-kali Jingga jatuh dan patah hati. Berulang kali pula ia harus menelan bulat-bulat kegagalan yang dialaminya dalam urusan cinta. Iya, dia memang tak beruntung dalam hal itu. Tapi, hal lain dalam hidupnya berbeda. Dia dapat dengan mudahnya mendapat tawaran menjadi seorang penulis pada sebuah redaksi, disukai pula tulisannya. Ia juga sangat piawai dan ahli dalam mengajar. Anak-anak didiknya pun sangat menyayanginya. Hatinya yang demikian lembut membawanya menempati posisi tinggi dalam beberapa komunitas kemanusiaan. Ia wanita yang hebat, bahkan ketika usianya baru seperempat abad!
Jingga. wanita itu sekarang sedang duduk pada ayunan di bawah pohon mangga. Dia memangku sebuah laptop dan jari-jarinya terlihat lancar mengetik. Matanya yang jernih dibingkai dengan kaca mata frameless. Benar-benar terlihat elegan dan cantik! Dia sekarang masih aktif menulis, tapi tidak seperti dahulu. Ia sekarang menulis beberapa cerpen dan puisi untuk ia kirim ke redaksi majalah atau koran. Ia dapat menangis lewat kata-katanya dalam sebuah puisi. Ia juga dapat tertawa terbahak-bahak tak karuan lewat cerpen karyanya. Menulis adalah hidupnya. Baginya menulis adalah oksigen yang menyambung kehidupan dalam tiap detik di hidupnya.
Seseorang terlihat berjalan tergopoh-gopoh mendekati Jingga. oh iya, itu Euis, asisten rumah tangga baru bang Isal. “neng….. neng Jingga!” euis meneriaki Jingga sambil ngos-ngosan. Dia menoleh sambil mengangkat satu alisnya “heem bi, ada apa?” “itu neng… anu, ada rombongan yang datang ngelamar eneng!” kata bi euis setengah menjerit. Jingga terbelalak kaget, hampir saja ia jantungan mendengar kata “ngelamar” yang disampaikan bi euis. Memangnya siapa yang mau ngelamar dia? Toh punya calon pun enggak. Jingga masih dalam posisi wajah kaget dan melongo aneh. Ketika kekagetannya belum habis, datang pula kak Amel menyuruhnya bersiap-siap untuk mengganti pakaian, “hayoh cepetan! Keluarga calonmu kelamaan nunggu tuh!” perintah kak Amel gemas. 


Alhamdulillah bagian ini selesai tepat waktu, walaupun menulis sambil galau :( hahaha but it's okay, semoga tetap menghibur ya i love you all my beloved readers :* wassalamu'alaikum :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar