Lamaran
Jingga (7)
Written
by Indri Permana
Seminggu semenjak
kepulangan Jingga dari Desa. Kini ia sudah tak memikirkan masalahnya yang
dulu-dulu. Ia tampak terlihat lebih ceria dan tenang. Amara yang dulu
marah-marah padanya juga sudah minta maaf. Dan sekarang mereka membuka
lembaran baru pada hati masing-masing. Cinta yang sejak lama ditunggu memang
kadang tak datang saat kita inginkan. Tapi Tuhan akan memberikan cinta itu di
saat yang tepat dan waktu yang indah. Seperti Jingga dalam artian warna. Ia tak
merah seluruhnya, ia juga tak kuning semua. Dan cinta juga begitu, ia tak
bahagia selamanya namun tak melulu menyedihkan.
Berkali-kali Jingga
jatuh dan patah hati. Berulang kali pula ia harus menelan bulat-bulat kegagalan
yang dialaminya dalam urusan cinta. Iya, dia memang tak beruntung dalam hal
itu. Tapi, hal lain dalam hidupnya berbeda. Dia dapat dengan mudahnya mendapat
tawaran menjadi seorang penulis pada sebuah redaksi, disukai pula tulisannya.
Ia juga sangat piawai dan ahli dalam mengajar. Anak-anak didiknya pun sangat
menyayanginya. Hatinya yang demikian lembut membawanya menempati posisi tinggi
dalam beberapa komunitas kemanusiaan. Ia wanita yang hebat, bahkan ketika
usianya baru seperempat abad!
Jingga. wanita itu
sekarang sedang duduk pada ayunan di bawah pohon mangga. Dia memangku sebuah
laptop dan jari-jarinya terlihat lancar mengetik. Matanya yang jernih dibingkai
dengan kaca mata frameless.
Benar-benar terlihat elegan dan cantik! Dia sekarang masih aktif menulis, tapi
tidak seperti dahulu. Ia sekarang menulis beberapa cerpen dan puisi untuk ia
kirim ke redaksi majalah atau koran. Ia dapat menangis lewat kata-katanya dalam
sebuah puisi. Ia juga dapat tertawa terbahak-bahak tak karuan lewat cerpen
karyanya. Menulis adalah hidupnya. Baginya menulis adalah oksigen yang
menyambung kehidupan dalam tiap detik di hidupnya.
Seseorang terlihat
berjalan tergopoh-gopoh mendekati Jingga. oh iya, itu Euis, asisten rumah
tangga baru bang Isal. “neng….. neng Jingga!” euis meneriaki Jingga sambil
ngos-ngosan. Dia menoleh sambil mengangkat satu alisnya “heem bi, ada apa?”
“itu neng… anu, ada rombongan yang datang ngelamar eneng!” kata bi euis
setengah menjerit. Jingga terbelalak kaget, hampir saja ia jantungan mendengar
kata “ngelamar” yang disampaikan bi euis. Memangnya siapa yang mau ngelamar
dia? Toh punya calon pun enggak. Jingga masih dalam posisi wajah kaget dan
melongo aneh. Ketika kekagetannya belum habis, datang pula kak Amel menyuruhnya
bersiap-siap untuk mengganti pakaian, “hayoh cepetan! Keluarga calonmu kelamaan
nunggu tuh!” perintah kak Amel gemas.
Alhamdulillah bagian ini selesai tepat waktu, walaupun menulis sambil galau :( hahaha but it's okay, semoga tetap menghibur ya i love you all my beloved readers :* wassalamu'alaikum :)
Alhamdulillah bagian ini selesai tepat waktu, walaupun menulis sambil galau :( hahaha but it's okay, semoga tetap menghibur ya i love you all my beloved readers :* wassalamu'alaikum :)